Oleh : Rusdah*
Menjelang Ramadan tiba, kebijakan larangan mudik di tahun 2021 mulai ramai diperbincangkan. Kebijakan ini sangat penting untuk dibahas dan didiskusikan karena dianggap mampu menekan laju penyebaran virus covid-19. Mengapa tidak, mengingat kebijakan pelarangan mudik ini akan berimbas pada sektor ekonomi dan sosial masyarakat. Namun pastinya, pemerintah harus belajar dari pengalaman di tahun 2020 agar kebijakan yang ditetapkan tidak mempersulit masyarakat.
Berdasarkan penjelasan dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy bahwa keputusan larangan mudik lebaran tahun 2021 dihasilkan dari rapat tiga menteri. Kebijakan ini berlaku bagi seluruh masyarakat termasuk ASN, TNI, POLRI, BUMN, swasta maupun pekerja mandiri. Larangan mudik ini dimulai dari tanggal 6 hingga 17 Mei 2021. Selain untuk menekan laju penyebaran covid-19, Muhadjir menambahkan bahwa larangan mudik ini bertujuan untuk mendukung program vaksinasi yang sedang berlangsung. Ia berharap, program vaksinasi dapat dijalankan secara maksimal agar kesehatan masyarakat meningkat (liputan6.com 28/03/2021).
Berkaca dari tahun 2020, kebijakan yang melarang masyarakat untuk mudik sangat mempengaruhi perekonomian terutama di sektor transportasi umum darat. Di tahun 2020, pendapatan menurun drastis dibanding lebaran tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena kebijakan larangan mudik tidak dibarengi dengan adanya subsidi kepada para pekerja di sektor transportasi umum darat, sehingga kebijakan yang dijalankan justru semakin mempersulit masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Di sisi lain mereka juga harus bertahan melawan virus yang masih tersebar di negeri ini.
Hal inilah yang disampaikan oleh Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata (UNIKA) Semarang, Djoko Setijowarno. Jika kebijakan larangan mudik kembali diterapkan di tahun 2021, Djoko menyarankan adanya bantuan subsidi kepada pekerja di sektor transportasi umum darat. Selain itu, menurut Djoko kebijakan larangan mudik akan berjalan dengan efektif apabila pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden, dengan begitu semua instansi Kementerian dan Lembaga dapat bekerja sama dalam menyukseskan kebijakan tersebut (liputan6.com 28/03/2021).
Selain akan berdampak terhadap kegiatan transportasi umum darat, kebijakan larangan mudik lebaran juga memberikan dampak negatif bagi pelaku usaha dan pariwisata. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani menyatakan bahwa kebijakan larangan mudik akan menekan tingkat konsumsi masyarakat dan berimbas pada pendapatan para pelaku usaha. Shinta berharap dana bantuan sosial yang menjadi hak rakyat segera dicairkan, sebagaimana janji yang telah disampaikan oleh Menteri Sosial, Tri Rismaharini. Tri Rismaharini mengatakan bahwa dana bansos akan disalurkan selama lebaran, khusus wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya penyaluran bansos dilakukan mulai akhir pekan pertama bulan Mei (nasional.kompas.com 26/03/2021). Dengan adanya pencairan dana bansos, tingkat permintaan masyarakat tentu akan meningkat, sehingga masyarakat juga dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka (deskjabar.pikiran-rakyat.com 27/03/2021).
Kebijakan larangan mudik lebaran tahun 2021 haruslah dipikirkan secara matang oleh pemerintah. Berbagai evaluasi atas penerapan kebijakan ini di tahun lalu menjadi catatan penting yang harus diperbaiki, agar kebijakan yang diterapkan pada tahun ini lebih maksimal dan tidak merugikan masyarakat. Bukan hanya memikirkan bagaimana caranya agar penyebaran virus covid-19 segera menurun melalui vaksinasi, tetapi pemerintah perlu memperhatikan kebutuhan dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap upaya penanganan yang dilakukan. Sebab, apabila kebijakan larangan mudik telah ditetapkan, namun terjadi ledakan angka penyebaran virus covid-19 pasca lebaran, tentu hal ini akan membuat masyarakat semakin tidak percaya akan adanya virus di sekitar kita dan efektivitas dari penggunaan vaksinasi.
Namun nampaknya tingkat kepercayaan masyarakat kian terkikis. Dana bantuan sosial yang ditunggu-tunggu nyatanya dikorupsi oleh antek-antek kapitalis yang haus akan kekayaan. Uang yang seharusnya menjadi hak rakyat untuk memenuhi sandang, pangan dan papan mereka ternyata masih saja diincar demi memuaskan kepuasaan pribadi. Bagaimana masyarakat bisa percaya dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh penguasa, sedangkan banyak sekali fakta yang menunjukkan bahwa para penguasa hanya ingin terlihat berpihak kepada rakyat, namun nyatanya berpihak kepada para pemilik modal?
Jauh berbeda dengan pemimpin-pemimpin di masa kejayaan Islam. Pemimpin merupakan perisai bagi umat, melindungi dan menjamin hajat orang banyak, tidak pandang bulu dan agama. Mulai dari urusan rumah tangga, kesehatan, sandang, pangan, papan hingga urusan negara menjadi pusat perhatian bagi seorang kepala negara dan para kabinetnya. Mulai dari kondisi normal hingga di masa krisis, tanggungjawab pemerintah tidak pernah berubah. Maka wajar jika tanggungjawab sebagai pemimpin amatlah besar. Tidak semua orang mampu dan mau menjadi pemimpin, sebab amanah yang dipikul sangat berat. Sehingga penting sekali melihat kualitas dari seorang pemimpin.
Lihatlah bagaimana Umar bin Khattab r.a menyelesaikan masalah krisis ekonomi dan wabah thaun yang melanda negara Islam kala itu. Khalifah Umar r.a mengangkat Amr bin Ash untuk menyelesaikan wabah thaun dengan melakukan lockdown. Masyarakat diminta untuk mengisolasi diri, berpencar ke tempat-tempat aman agar wabah tidak semakin menyebar. Di satu sisi, negara juga tetap menjamin kebutuhan masyarakat yang sedang di lockdown tersebut, karena dimasa lockdown tentu aktivitas masyarakat lebih terbatas, mereka tidak bebas berinteraksi dengan orang lain sehingga perekonomian juga akan terhambat. Berkat kemandirian dari negara Islam kala itu, pemerintah tetap mampu memenuhi kebuthan rakyatnya meskipun mengalami krisis ekonomi. Atas izin Allah Swt. Pula wabah thaun dapat diselesaikan tuntas dalam waktu yang singkat.
Inilah gambaran pemimpin yang berkualitas hasil dari sistem yang benar pula. Pemimpin yang dididik dengan aqidah yang benar dan penerapan aturan Allah Swt. yang sempurna. Bukan berasal dari didikan sistem kapitalis sekuler yang mengedepankan asas manfaat. Jangankan untuk mengatur urusan umat, mengatur nafsu untuk menguasai sumber-sumber negara pun tidak bisa dikendalikan oleh diri sendiri. Kesejahteraan masyarakat hanya akan terwujud dengan adanya penerapan sistem yang sempurna berasal dari Al-Qur’an dan As Sunnah. Menjalankan seluruh aturan Islam tanpa tebang pilih sesuai selera.